Jumat, 04 Oktober 2013

Kunyit, Obat Anti Mual dan Anti Kanker

Rimpang kunyit dikenal sebagai bahan jamu serta rempah yang berguna untuk bahan masakan. Punya banyak khasiat kesehatan, hingga saat ini kunyit menjadi komoditas murah obat-obatan.

Dan kabar baik datang lagi dari rimpang yang meninggalkan warna kuning ini. Kabarnya, kunyit dapat membantu mengatasi mual serta berpotensi sebagai pembunuh sel kanker.

Adalah thalidomide, sebuah bahan anti mual yang ditemukan pada tahun 1950-an. Dimanfaatkan sebagai obat yang mengontrol mual di pagi hari yang sering mengganggu ibu hamil. Tahun 196dua, obat ini ditarik karena mempengaruhi kehamilan. Namun di tahun 1990 ia muncul lagi dan diperkenalkan sebagai obat kanker tulang belakang.

Kita sendiri mengenal khasiat kunyit yang mampu membunuh sel kanker. Dipadukan dengan thalidomide, kunyit dapat membantu menghentikan pertumbuhan sel kanker dan membunuhnya.

Menurut American Cancer Society, seperti dikutip dari Indiatimes, paduan kedua bahan tersebut telah menunjukkan bahwa sel kanker berhenti berkembang saat kedua bahan tersebut dikonsumsi.

Dijelaskan bahwa thalidomide sendiri akan mengganggu perkembangan sel kanker dan mencegah pengakaran pada tubuh. Kunyit sendiri akan mencegah pemberian makanan pada sel kanker, sehingga ia akan berhenti berkembang dan mati.

"Kombinasi kedua bahan tersebut akan menjadi senjata yang efektif meningkatkan cytotoxicity dan membunuh sel kanker," ungkap Shijun Zhang, asisten profesor di departemen kesehatan dan kimia di sekolah farmasi VCU.

Lebih lanjut, studi ini dipublikasikan pada jurnal Organic and Biomolecular Chemistry. Perkembangan penelitiannya akan selalu diupdate dan dipublikasikan demi mendapatkan obat ampuh yang mampu mengatasi sel kanker.
Pun demikian, Anda tentu sudah tahu bagaimana khasiat kunyit ini bagi kesehatan. Anda bisa rajin mengonsumsinya untuk mencegah kanker menyerang tubuh Anda. Mari kembali ke alam.

Sumber : Vemale.com

Minggu, 29 September 2013

HUBUNGAN KONSUMSI TABLET FE DAN PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN TERHADAP PERDARAHAN PERSALINAN

Oleh:
Detty Afriyanti. S
STIKes Fort De Kock Bukittinggi

ABSTRAK

Ibu hamil memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami anemia defisiensi zat besi. Sangat erat kaitannya konsumsi tablet fe dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil,kadar hemoglobin < 11 gr% menyebabkan anemia.Anemia pada kehamilan dapat menyebabkan perdarahan persalinan akibat kelemahan otot-otot rahim.

Tujuan penelitian ini adalah mencari hubungan konsumsi tablet fe dan pemeriksaan hemoglobin terhadap perdarahan persalinan. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan crossectional.

Populasi dan sampel dari penelitian ini adalah ibu postpartum pada bulan Juli dengan jumlah 30 orang. Alat pengumpulan data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah observasi dengan teknik checklist. Analisis data menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian didapatkan responden yang mengkonsumsi tablet fe sebanyak 26 orang (86.7%) Responden yang memeriksakan hemoglobin sebanyak 21 orang (70%). Responden yang tidak mengalami perdarahan sebanyak 26 orang (86.7%). Adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi tablet Fe terhadap perdarahan persalinan.Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pemeriksaan hemoglobin terhadap perdarahan persalinan

Disarankan kepada profesi bidan dapat mencegah perdarahan pada ibu bersalin dengan mengadakan penyuluhan tentang pentingnya konsumsi tablet fe dan pemeriksaan hemoglobin dan menyarankan ibu hamil untuk ANC secara teratur. Sehingga komplikasi perdarahan dalam persalinan dapat diminimalkan.

Kata kunci : konsumsi tablet fe,pemeriksaan hemogobin dan perdarahan persalinan

Daftar pustaka : 22 (2001 – 2010)

PENDAHULUAN

Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010 - 2015, dilakukanpembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajad kesehatan bangsa. Untuk itu pemerintahan memiliki komitmen mencapai target tersebut dengan tindakan preventif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan saat hamil sampai nifasnya kelak.(Depkes RI,2009).

Penyebab dari tingginya AKI di dunia dan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2,yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: perdarahan (42 %), eklamsi (13%), abortus (11%), infeksi (10%), partus lama (9%) dan penyebab lain (15%). Sedangkan penyebab tidak langsung diantaranya: faktor pendidikan rendah, social ekonomi rendah, system pelayanan kesehatan yang kurang memadai dan lain-lain. (Manuaba. 2007:57). Sedangkan untuk provinsi Sumatera Barat dan Bukittinggi, AKI disebabkan oleh preeklamsi, HPP dan kelainan jantung.

Pendarahan menduduki peringkat pertama dengan menyumbang 45 persen kejadian untuk meningkatkan AKI di Indonesia. Penyebab pendarahan disebabkan perlengketan ari-ari, robekan rahim atau otot-otot rahim yang mengendur akibat sering bersalin.Hal ini bisa diantisipasi dengan sering periksa ada tidaknya risiko pendarahan itu. Selain rajin memeriksakan kehamilan, penting juga memeriksakan hemoglobin. Terutama bulan keenam dan ketujuh kehamilan. Pemeriksaan Hb penting untuk menghindari kemungkinan anemia. Hal ini disebabkan ibu yang anemia berisiko otot-otot rahim melemah dan tidak segera menutup kembali pasca melahirkan. Risikonya sama, pendarahan. (http://id.shvoong.com).

Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. 36% (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1% (SKRT 2007). Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi.

Banyak wanita Indonesia tidak memperdulikan ataupun kurang memahami aspek kekurangan zat besi terhadap tingkat kecerdasan. (http://www.depkes.com.2005). Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe diukur ketepatan jumlah tablet yang konsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet fe, frekuensi tabler per hari. Pemberian tablet fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia khususnya zat besi. (http.bppsdmk.depkes.co.id. 2006).

Sangat erat kaitannya konsumsi tablet fe dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Ibu hamil banyak mengalami anemia defesiensi zat besi karena kepatuhan mengkonsumsi yang tidak baik ataupun cara mengkonsumsi yang salah yang menyebabkan kurangnya penyerapan zat besi pada tubuh ibu tersebut.(Yenni,2007)

Pada saat hamil anemia dapat menyebabkan perdarahan sebelum ataupun sesudah persalinan, meningkatkan resiko melahirkan Bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah bahkan bayinya berat dan dapat menyebabkan kematian ibu.

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya yang mana penyebab tertingginya yaitu anemia paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan dan merupakan akibat dari masalah yang timbul selama persalinan kala tiga. PPP didefinisikan sebagai kehilangan darah sebanyak lebih dari 500 ml setelah kelahiran dan PPP berat didefinisikan sebagai kehilangan darah sebanyak dari 1.000 ml (Yenni. 2007).

Wanita yang kadar hemoglobinnya yang rendah (dibawah 10 gr) akan dengan cepat terganggunya kondisinya bila terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit. Anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat dianggap sebagai penyebab langsung dari atonia uteri dan mengakibatkan perdarahan. Perdarahan persalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin di bawah nilai normal. (Sumarah,2010)

Untuk itu menurunkan AKI merupakan prioritas pembangunan kesehatan yang mengacu pada Indonesia Sehat 2015 ( SDKI. 2006 periode Agustus 2007 ). Yang dilakukan dengan cara member pengetahuan kepada semua lapisan masyarakat untuk memahami “Tiga Terlambat” atau “4 Terlalu. Seperti program yang telah dicanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) yang terfokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam intervensi klinis dan system kesehatan. Asuhan kebidanan merupakan salah satu cara agar dapat memberikan pekayanan kebidanan yang bermutu dan mencakup kebutuhan klien secara biopsikososial, cultural dan spiritual dengan cara menjalankan sesuai dengan asuhan standar minimal 9T dan 1 D salah satunya pemberian tablet Fe yang apabila diabaikan akan mengakibatkan anemia yang bisa menyebabkan resiko terjadinya perdarahan persalinan ataupun postpartum.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu peneliti melakukan pengukuran terhadap variabel bebas dan variabel terikat yang pengumpulan datanya dilakukan pada satu periode tertentu dan pengamatan hanya dilakukan satu kali selama penelitian (Notoatmojo. 2005).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu melahirkan yang menjadi pasien bulan Juli sebanyak 30 orang.Sampel dalam penelitian ini adalah kelompok subyek penelitian yang melahirkan. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang melahirkan pada tanggal 16-23 Juli, sedangkan kriteria eksklusiadalah ibu yang melahirkan bulan dibulan Juli.

Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah data sekunder yaitu data dari dokumentasi pasien yang telah melahirkan Data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui dokumentasi pasien yang telah melahirkan pada tanggal 16-23 Juli 2011 Pengolahan Datapada penelitian ini akan dianalisa melalui langkah-langkah berikut:

a. Pemeriksaan data (editing) yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan untuk mengecek kelengkapan dan kebenaran data.
b. Pemberian kode (coding) untuk mempermudah pengolahan dimana semua variabel diberikan kode terutama data klasifikasi.
c. Menyusun data (tabulating) merupakan pengorganisasian data sedemkian rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis
d. Pembersihan (cleaning). Dilakukan apabila terdapat data ekstrim yang mengganggu proses pengolahan data, sehingga data benar-benar bebas dari kesalahan. (Azis Alimun Hidayat. 2009).

Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel bebas. Langkah-langkah analisis univariat sebagai berikut:
Mendeskripsikan karakteristik dari masing-masing variabel bebas ke dalam distribusi frekuensi dan persentase masing-masing variabel dari semua jawaban responden dalm bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase dengan rumus sebagai berikut: (Budiarto Eko. 2004)

a. Konsumsi Tablet Fe

              
Keterangan:
p= Presentasi
x= Jumlah nilai jawaban yang benar ( jumlah skor)
y= Jumlah item pertanyaan
 
Kategori dalam melakukan penelitian tentang konsumsi tablet fe:
Ya : Baik
Tidak : Tidak Baik

b. Pemeriksaan Hemoglobin

             
Keterangan:
p= Presentasi
x= Jumlah nilai jawaban yang benar ( jumlah skor)
y= Jumlah item pertanyaan

Kategori dalam melakukan penelitian tentang memeriksakan hemoglobin:
Ya : Baik
Tidak : Tidak Baik

c. Perdarahan Persalinan

            
Keterangan:
p= Presentasi
x= Jumlah nilai jawaban yang benar ( jumlah skor)
y= Jumlah item pertanyaan

Kategori dalam melakukan penelitian tentang perdarahan :
Ya : Perdarahan
Tidak : Tidak perdarahan

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berkolerasi atau berhubungan, ( Notoadmojo. 2007 ). Pada penelitian ini, hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji Chi Korelasi. Uji Chi Square adalah suatu uji statistic untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variable dependent. Prinsip melakukan Chi Square adalah untuk mengetahui perbedaan antara nilai pengamatan dan observasi (O) dengan harapan (expectastica).

Dimana hasil yang didapat nanti sebagai berikut:
1. hitung ≥ maka Ho ditolak Ha diterima
Kesimpulannya ada hubungan bermakna antara variable independent denganvariable dependent
2. hitung ≤ maka Ho diterima dan Ha ditolak
Kesimpulannya tidak ada hubungan bermakna.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian tentang konumsi tablet Fe Ibu Hamil adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Konsumsi Tablet Fe Ibu Hamil

Konsumsi Tablet Fe                       Frekuensi                       Persentase (%)
Ya                                                 26                                   86,7
Tidak                                             4                                    13,3               
Jumlah                                          30                                  100,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 26 responden (86,7 %).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan Hemoglobin Ibu Hamil

Pemeriksaan Hemoglobin                    Frekuensi                    Persentase (%)
Ya                                                       21                                 70,0
Tidak                                                   9                                  30,0               
Jumlah                                               30                                100,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 21 responden (70,0%) memeriksakan hemoglobin.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perdarahan Ibu Bersalin

Perdarahan                   Frekuensi                 Persentase (%)
Ya                                 4                               13,3
Tidak                            26                              86,7              
Jumlah                         30                             100,0

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 26 responden (86,7%) tidak terjadi perdarahan.

Analisis Bivariat

Tabel 4. Distribusi Frekuensi konsumsi tablet Fe terhadap perdarahan

Konsumsi Tablet Fe                     Perdarahan Persalinan                    X 2 ( Chi-square )
                                                Ya     %                Tidak     %
Ya                                            2       7.6              24         92.3           4.12
Tidak                                        2       50               2           50            5.37
Total                                         4      13.3             26         86.6           9.49

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 26 responden yang mengkonsumsi tablet Fe tidak mengalami perdarahan persalinan sebanyak 92.3%.

Dari hasil uji statistic dengan α 0.05 dengan menggunakan uji Chi-Square didapat bahwa:

X2 dk=1 α 0.05 = 3.841 ( dari table X2 )

Jika X2 hitung > daripada X2 table artinya ada hubungan. Jadi terdapat hubungan antara konsumsi tablet fe terhadap perdarahan persalinan.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi pemeriksaan hemoglobin terhadap perdarahan persalinan

Pemeriksaan Hemoglobin                   Perdarahan Persalinan            ( Chi-square )
                                                      Ya       %            Tidak     %
Ya                                                   2        9.5           19        90.5      1
Tidak                                              2        22.2          7         77.7      0.22
Total                                               4        13.3          26       86.6      1.22

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 19 responden yang yang memeriksaan hemoglobin tidak mengalami perdarahan persalinan sebanyak 90.5%.

Dari hasil uji statistic dengan α 0.05 dengan menggunakan uji Chi-Square didapat bahwa:
X2 dk=1 α 0.05 = 3.841 ( dari table X2 ).

Jika X2 hitung < daripada X2 table artinya tidak ada hubungan. Jadi tidak terdapat hubungan antara pemeriksaan hemoglobin terhadap perdarahan persalinan.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian konsumsi tablet Fe berdasarkan tabel 1 didapatkan sebagian besar ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe yaitusebesar 86,7%. Hal ini disebabkan karena ibu hamil percaya akan dampak yang terjadi jika tidak mengkonsumsi tablet fe yaitu akan lebih cepat lelah dan ketika bersalin akan mengalami perdarahan. Semua pengetahuan ini mereka dapat dari penyuluhan petugas kesehatan. Penelitian ini sesuai dengan teori Almatsier, S. 2007 bahwa konsumsi tablet fe adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan dan juga didukung oleh teori Sarwono,2005 bahwa faktor-faktor yang bisa mempengaruhi ibu hamil mengkonsumsi tablet Fe adalah pengetahuan, pengalaman, keyakinan, fasilitas, dan sosial budaya yang tidak mendukung.

Hasil penelitian sejenis juga dilakukan oleh Siamintarsih, mahasiswa Universitas Diponogoro, Tahun 2000 dengan judul ”Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Fe Ibu Hamil (Studi di Puskesmas Kendal II Kabupaten Kendal)” diperoleh dari 66 responden yang mengkonsumsi tablet fe lengkap sebanyak 90 tablet selama hamil 54 responden (82%) sebanyak 90, hal ini dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan responden. perdarahan. Dan penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakuka oleh Amelia Ghea Mawesty, mahasiswa Akbid Nusantara Palembang pada tahun 2009 dengan judul Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Perdarahan persalinan di RSUP Mohammad Husein Palembang diperoleh hasil ibu hamil yang mengkonsumsi tablet fe selama hamil 90 tablet sebanyak 63 responden dari 78 responden (80.7%), hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan ibu yang didapat melalui penyuluhan dari petugas kesehatan.

Pemeriksaan Hemoglobin

Ibu hamil yang memeriksakan hemoglobin berdasarkan tabel 2 didapat hasil bahwa sebagian besar ibu hamil (70%). Hal ini disebabkan karena kekhawatiran akan terjadinya perdarahan persalinan akibat anemia, anemia didapat dengan cara melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin. Penelitian ini sesuai dengan teori Khoifin ,2001 salah satu indikator penilaian anemia adalah kadar hemoglobin. Menurut WHO ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hb < 11 gr %. Faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya kadar hemoglobin dalam tubuh antara lain: konsumsi makanan kurang, adanya penyakit kronis, tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah.

Hasil penelitian sejenis juga dilakukan oleh Riska Indriati, mahasiswa Akbid Adilla Lampung ,pada tahun 2006 dengan judul ” Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di desa Adirejo Kecamatan Pekalongan” diperoleh hasil 53.5% ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan hemoglobin ini disebabkan pendidikan yang rendah, 60 % berpendidikan SD, hal ini memicu kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pemeriksaan hemoglobin. Dan juga penelitian ini didukung oleh penelitian sejenis yang dilakukan oleh Nur Kholid Majid pada tahun 2007, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kadar hemoglobin ibu hamil di Puskesmas Klaten Utara diperoleh hasil ibu hamil yang memeriksakan kadar hb sebanyak 67.7%, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemeriksaan hb yang dipengaruhi faktor sosial budaya yang tidak mendukung.

Peran petugas kesehatan dalam pencegahan dan penanggulangan perdarahan sangat signifikan, dengan adanya petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan masyarakat, khususnya ibu hamil akan mudah dalam mengakses informasi yang berhubungan dengan kehamilannya terutama masalah pentingnya memeriksakan kadar hemoglobin dalam kehamilan. Diharapkan dengan adanya informasi yang jelas dan lengkap tentang perdarahan maka ibu hamil akan mengkonsumsi tablet Fe dan memeriksakan hemoglobinnya dan perdarahan dalam kehamilan dapat dicegah lebih dini.

Perdarahan Persalinan

Hasil penelitian perdarahan persalinan berdasarkan tabel 3 didapatkan sebagian besar ibu bersalin tidak mengalami perdarahan persalinan (86,7%). Hal ini disebabkan karena pengetahuan ibu bersalin tentang pentingnya konsumsi tablet fe ketika hamil untuk mencegah anemia dan perdarahan persalinan yang dipengaruhi oleh factor pendidikan hampir separoh responden SLTA. Penelitian ini sesuai dengan teori Notoadmojo ,2005 pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pendidikan, ekonomi, social budaya, dan politik. Pengetahuan bisa juga dipengaruhi oleh karakteristik yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan social budaya serta didukung oleh teori Sarwono ,2005 anemia dihubungkan dengan kelemahan otot-otot rahim yang dapat dianggap sebagai penyebab langsung dari atonia uteri dan mengakibatkan perdarahan.

Hasil penelitian sejenis juga dilakukan oleh Ai Komala, mahasiswa STIKes Jendral Ahmad Yani , Tahun 2008 dengan judul ”Faktor-faktor Penyebab Perdarahan Persalinan di Ruang Kebidanan RSU Cibabat Cimahi” diperoleh hasil 25% ibu bersalin mengalami perdarahan hal ini disebabkan karena kelemahan otot rahim berkontraksi. Dan penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang sejenis oleh Amelia Ghea Mawesty, mahasiswa Akbid Nusantara Palembang pada tahun 2009 dengan judul ”Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Perdarahan persalinan di RSUP Mohammad Husein Palembang” diperoleh hasil 34% responden mengalami perdarahan saat bersalin, hal ini disebabkan karena kurang patuhnya ibu hamil mengkonsumsi tablet fe sehingga menyebabkan ibu hamil anemia dan saat melahirkan terjadilah perdarahan persalinan.

Hubungan Konsumsi Tablet Fe Terhadap Perdarahan Persalinan

Hasil penelitian dalam tabel 4 menunjukkan bahwa ibu yang mengkonsumsi tablet fe sebanyak 26 responden 2 orang (7.6%) yang mengalami perdarahan dan 24 orang (92.3%) yang tidak mengalami perdarahan.
Dari hasil uji statistic dengan α 0.05 dengan menggunakan uji Chi-Square didapat bahwa: X2 dk=1 α 0.05 = 3.841 ( dari table X2 ). Jika X2 hitung > daripada table artinya ada hubungan.
Pada penelitian ini X2 hitung 9.49 > daripada X2 tabel 3.481, jadi terdapat hubungan antara konsumsi tablet fe terhadap perdarahan persalinan.

Dari hasil penelitian didukung oleh teori yang dikemukan oleh Sarwono,2005 yang menyebutkan bahwa wanita yang kurang mengkonsumsi tablet fe akan menyebabkan dia mengalami anemia defesiensi zat besi, anemia dalam persalinan akan menyebabkan kelemahan otot rahim yang merupakan tanda atonia uteri yang berakibat akhirnya adalah perdarahan.

Hasil penelitian sejenis juga dilakukan oleh Amelia Ghea Mawesty, mahasiswa Akbid Nusantara Palembang pada tahun 2009 dengan judul Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Perdarahan persalinan di RSUP Mohammad Husein Palembang diperoleh hasil terdapat hubungan kepatuhan konsumsi tablet fe dengan perdarahan persalinan.

Hubungan Pemeriksaan Hemoglobin Terhadap Perdarahan Persalinan

Hasil penelitian dalam tabel 5 menunjukkan bahwa ibu yang memeriksakan hemoglobin sebanyak 21 responden, 2 orang (9.5%) yang mengalami perdarahan dan 19 orang (90.5%) yang tidak mengalami perdarahan.

Dari hasil uji statistic dengan α 0.05 dengan menggunakan uji Chi-Square didapat bahwa: X2 dk=1 α 0.05 = 3.841 ( dari table X2 ). Jika X2 hitung < daripada table X2 artinya tidak ada hubungan.

Pada penelitian ini X2 hitung 1.22 < daripada X2 tabel 3.481, jadi tidak terdapat hubungan antara pemeriksaan hemoglobin terhadap perdarahan persalinan. Dari hasil penelitian didukung oleh teori yang dikemukan oleh Khoifin, 2001 faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya kadar hemoglobin dalam tubuh antara lain: konsumsi makanan kurang, adanya penyakit kronis, tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan tingkat ekonomi yang rendah.

Hasil penelitian sejenis juga dilakukan oleh Nur Kholid Majid pada tahun 2007, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kadar hemoglobin ibu hamil di Puskesmas Klaten Utara diperoleh hasil tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kadar hemoglobin.

KESIMPULAN

1.  Responden yang mengkonsumsi tablet Fe sebanyak 26 orang (86,7%).
2.  Responden memeriksakan hemoglobin sebanyak 21 orang (70,0%)
3.  Responden yang tidak mengalami perdarahan persalinan sebanyak 26 orang (86,7%)
4. Adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi tablet Fe terhadap perdarahan persalinan ( 9.49>3.841).
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pemerksaan hemoglobin terhadapa perdarahan persalinan (1.22>3.841)

SARAN

1. Bagi BPS

Hendaknya pelayanan kesehatan dapat mencegah perdarahan pada ibu hamil dengan mengadakan penyuluhan, tentang pentingnya konsumsi tablet fe dan pemeriksaan hemoglobin dan menyarankan ibu hamil untuk ANC secara teratur. Sehingga komplikasi perdarahan dalam persalinan dapat diminimalkan.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlu adanya penelitian lebih dalam lagi tentang karakteristik ibu hamil dan diharapkan dapat menambah wawasan mengenai dampak yang terjadi jika ibu hamil tidak mengkonsumsi tablet Fe dan memeriksakan hemoglobinnya.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2007. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Pustaka Utama.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

B, Arisman. 2006. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.

Budiarto.2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : ECG.

Dharma dkk. 2006. Penilaian Hasil Pemeriksaan Hematologi Rutin. Jakarta : Bagian

Irianti. 2008. Perbedaan Kadar Hemoglobin Siswi SMA Pedesaan Dan Perkotaan Di Kabupaten Klaten. http://etd.eprints.ums.ac.id/2786/1/ J500040015.pdf (15 Maret 2010).

Yenni. 2007. Anemia Defisiensi Vitamin A. www.gizi.net/lain/gklinis/Abstrak-yenni.pdf. (3 April 2010).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2009. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur (WUS). Depkes RI.

Notoatmodjo.2005.Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta

Wahyuni, S. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Gizi Dengan Status Gizi Ibu Hamil Di Puskesmas Nusukan Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. KTI.

Ernawati. 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat Dan Vitamin B 12 Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb) Pada Pekerja Wanita (Di Kabupaten Sukoharjo). http://eprints.undip.ac.id/5275/.pdf. (15 Maret 2010).

Prawirohardjo, sarwono.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP

Bidan Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol.3 No.1 Edisi Juni 2012 15

Hidayat, Azis. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Sumarah,dll. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta:Fitramaya

Mufdlilah,2009. ANC Fokus. Yogyakarta: Huha Medika

Khoifin,2001.Standar Pelayanan Gizi Wanita Subur ( WUS ) Anemia Gizi Bagi Petugas. Sub Din Kesga Dinas Kesehatan Jawa Tengah

Mawesty,Ghea. 2009. Hubungan Kepatuahan Ibu Hamil Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Perdarahan Persalinan Di RSUP Mohammad Husein Palembang.Akbid Nussantara.KTI

Majid,Kholid 2007. Hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kadar hemoglobin ibu hamil di Puskesmas Klaten Utara. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. KTI.

Siamintarsih, 2000 ”Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Konsumsi Tablet Fe Ibu Hamil (Studi di Puskesmas Kendal II Kabupaten Kendal)”.Universitas Diponogoro.SKRIPSI

Indriati,Riska 2006 ”Gambaran kadar hemoglobin ibu hamil di desa Adirejo Kecamatan Pekalongan”. Akbid Adilla Lampung.KTI

Komala,Ai 2008 ” Faktor-faktor Penyebab Perdarahan Persalinan di Ruang Kebidanan RSU Cibabat Cimahi ”.STIKes Jendral Ahmad Yani.KTI

EFEKTIVITAS TEKNIK KNEADING DAN COUNTERPRESSURE TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI KALA I FASE AKTIF PERSALINAN NORMAL DI RSIA BUNDA ARIF PURWOKERTO TAHUN 2011

Oleh:
Rina Sri Hastami, Asiandi, Rohmi Handayani
Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
Program Studi Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

ABSTRACT

Pain during labor is a physiologic process. Non-pharmacological therapy can be used to reduce pain during labor as massage is kneading and counterpressure technique. Women who get massage metodh during labor has decreased anxiety, pain reduction was significantly shorter. This study aims to compare the effect of kneading and counterpressure massage technique to decrease the intensity of pain the first stage of the active phase of normal deliveries before and after intervention. Type of research is a quasi-experiments that are two-group pretest posttest design comparrison. Analysis of the data used is dependent t-test and t-independent. The study was conducted at 60 maternal first stage of active phase is divided into two groups, 30 people were treated with kneading technique and 30 people were treated with counterpressure technique. From the dependent t test result on the kneading group there is a difference M ± SD = 2.00 ± 0.983, the counterpressure group differences M ± SD = 2.14 ± 1,383. It can be concluded there was significant difference between pain intensity before and after a massage (p = 0,000). While theindependent t test result on the reduction of pain intensity differences between groups obtained after the massage done t(df) = 0,889(58) and p = 0,379. There was no significant difference in the mean reduction in pain intensity of the first stage the active phase of normal deliveries are done kneading and counterpressure technique. Nevertheless counterpressure more advisable to reduce labor pain the first stage of the active phase due to work directly on neural pathways for the perception of labor pain.

Key word : labor pain, massage, kneading technique, counterpressure technique.

PENDAHULUAN

Persalinan merupakan suatu proses alamiah yang akan dilalui oleh setiap ibu hamil, di mana terjadi pengeluaran hasil konsepsi berupa bayi dan plasenta dari rahim ibu. Pada proses ini terjadi peregangan dan pelebaran mulut rahim sebagai akibat dari kontraksi otot-otot rahim untuk mendorong bayi keluar. Bersamaan dengan setiap kontraksi, kandung kemih, rektum, tulang belakang, dan tulang pubic menerima tekanan kuat dari rahim, hal inilah yang menyebabkan nyeri pada persalinan (Danuatmaja & Meiliasari, 2008).

Nyeri saat persalinan merupakan kondisi fisiologis yang secara universal dialami oleh hampir semua ibu bersalin. Menurut Danuatmaja dan Meiliasari (2008) saat yang paling melelahkan dan berat, dan kebanyakan ibu mulai merasakan sakit atau nyeri pada saat persalinan adalah kala I fase aktif. Dalam fase ini kebanyakan ibu merasakan sakit yang hebat karena kegiatan rahim mulai lebih aktif. Pada fase ini kontraksi semakin lama semakin kuat dan semakin sering.

Kondisi nyeri yang hebat pada kala I persalinan memungkinkan para ibu cenderung memilih cara yang paling gampang dan cepat untuk menghilangkan rasa nyeri. Fenomena yang terjadi saat ini ibu memiliki kecenderungan untuk melakukan operasi sesar walau tanpa indikasi yang jelas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gulardi dan Basalamah (2001) dalam Kasdu (2003) didapatkan data bahwa dari 64 rumah sakit di Jakarta terdapat 17.665 kelahiran dimana sebanyak 33,7– 55,3%-nya melahirkan dengan operasi sesar.

Semakin banyaknya wanita yang ingin melahirkan dengan proses persalinan yang berlangsung tanpa rasa nyeri menyebabkan berbagai cara dilakukan untuk menurunkan nyeri pada persalinan, baik dengan teknik farmakologi maupun nonfarmakologi Menurut Potter dan Perry (2005) tindakan peredaan nyeri persalinan secara nonfarmakologi antara lain dapat dilakukan dengan cara distraksi, biofeedback atau umpan balik hayati, hipnosis–diri, mengurangi persepsi nyeri, dan stimulasi kutaneus (masase, mandi air hangat, kompres panas atau dingin, stimulasi saraf elektrik transkutan). Menurut penelitian Brown, Douglas, dan Flood (2001) pada sampel 46 orang dengan menggunakan 10 metode nonfarmakologi didapatkan bahwa teknik pernapasan, relaksasi, akupresur dan massase merupakan teknik yang paling efektif untuk menurunkan nyeri saat persalinan.

Menurut Mc Caffery dan Beebe (1989) yang dikutip oleh Chang, Wang, dan Chen (2002) transmisi nyeri dapat dimodifikasi/diblokir oleh counter-stimulation dan masase merupakan teknik kuno yang telah banyak digunakan selama persalinan.

Masase diperkirakan bekerja dengan baik dalam memblokir impuls nyeri ke otak dan merangsang pelepasan endorfin lokal (hormon yang berguna untuk menurunkan nyeri). Dasar teori masase adalah teori gate control yang dikemukakan oleh Melzak dan Wall (1965). Kedua peneliti ini menemukan bahwa stimulasi ringan secara aktual dapat menghambat sensasi nyeri (Mander, 2003).

Terdapat banyak teknik dalam melakukan masase, diantaranya adalah teknik counterpressure dan kneading. Kedua teknik tersebut terdapat perbedaan dalam cara ataupun tempat pemijatan sehingga mempunyai efek dan sensasi yang berbeda. Counterpressure dilakukan menggunakan tumit tangan untuk memijat daerah lumbal selama kontraksi yang dapat membantu mengurangi sensasi rasa sakit dan transmisi impuls nyeri ke otak. Counterpressure dapat dilakukan dalam posisi ibu tiduran ataupun posisi setengah duduk, sesuai dengan kenyamanan ibu (Lane, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut International Association for the Study of Pain atau IASP, mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan adanya atau potensi rusaknya jaringan atau keadaan yang menggambarkan kerusakan jaringan tersebut (Potter & Perry, 2005).

Nyeri persalinan adalah nyeri ritmik dengan peningkatan frekuensi dan keparahan. Sedangkan menurut Mander (2003) nyeri persalinan adalah nyeri yang menyertai kontraksi uterus. Nyeri persalinan berasal dari gerakan (kontraksi) rahim yang berusaha mengeluarkan bayi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa nyeri persalinan adalah nyeri yang berasal dari gerakan (kontraksi) rahim yang bersifat subyektif, ritmik dengan peningkatan frekuensi dan keparahan yang digunakan untuk mengeluarkan bayi.

Rangsang nyeri persalinan disalurkan melalui dua jalur utama (Hutajulu, 2003). Serabut saraf sensorik rahim dan mulut rahim berjalan bersama saraf simpatis rahim memasuki sumsum tulang belakang melalui saraf torakal 10-11-12 sampai lumbal 1. Rangsangan nyeri pada kala I ditrasmisikan dari serat aferen melalui
fleksus hipogastrik superior, inferior dan tengah, rantai simpatik torakal bawah, dan lumbal, ke ganglia akar saraf posterior pada torakal 10-11-12 sampai lumbal 1. Nyeri dapat disebar dari area pelvis ke umbilikus, paha atas, dan area midsakral.

Masase adalah cara lembut membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan. Sebuah penelitian menyebutkan, ibu yang dipijat selama 30 menit setiap jam pada saat kontraksi berlangsung selama tahapan persalinan akan lebih bebas dari rasa sakit (Chang et al.). Hal itu terjadi karena pijat merangsang tubuh melepaskan senyawa endorphin yang merupakan pereda sakit alami. Endorphin juga dapat menciptakan perasaan nyaman dan enak.

Masase bentuk langsung seperti counterpressure sangat efektif unutk mengatasi nyeri punggung selama persalinan. Counterpressure dapat mengatasi nyeri tajam dan memberikan sensasi menyenangkan yang melawan rasa tidak nyaman pada saat kontraksi ataupun di antara kontraksi (Lane, 2009).

Counterpressure adalah pijatan tekanan kuat dengan cara meletakkan tumit tangan atau bagian datar dari tangan, atau juga menggunakan bola tenis pada daerah lumbal di mana ia sedang mengalami sakit punggung (Lane, 2009). Tekanan dapat diberikan dalam gerakan lurus atau lingkaran kecil (Danuatmaja & meiliasari, 2008). Ibu biasanyan akan memberitahukan di mana harus menekan (letak rasa nyeri paling kuat) dan seberapa keras. Jika perlu, tempatkan tangan yang satunya di depan pinggul ibu (di atas spina iliaka anterior superior) untuk membantu menjaga keseimbangan tubuh ibu (Simkin & Ancheta, 2005).

Teknik lainnya yaitu kneading atau petrissage yang merupakan salah satu jenis dari swedish massage dipopulerkan oleh seorang berkebangsaan Swedia, Peter Henri Ling, pada tahun 1812 (Brown, 2010). Teknik kneading merupakan gerakan memijit ataupun meremas dengan menggunakan telapak tangan maupun jari-jari tangan untuk menjepit beberapa bagian kulit. Pijatan jenis ini perlu sedikit tekanan (pressure). Remasan dalam seni pijat ini sangat membantu mengurangi ketegangan otot dan sangat merilekskan.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi-eksperiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian two group comparrison pretest-posttest design. Cara pengumpulan data yang dilakukan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan obervasi intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin normal yang sedang dirawat di RSIA Bunda Arif pada bulan April-Juni tahun 2011. Pengambilan sampel dengan consecutive sampling dimana semua subyek yang memenuhi syarat penelitian direkrut sampai dengan besar sampel terpenuhi. Sampel yang digunakan dalam penelitian masing-masing kelompok adalah 30 orang (kelompok dilakukan teknik kneading sebanyak 30 orang dan kelompok dilakukan teknik counterpressure sebanyak 30 orang). Data yang sudah terolah akan dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Pada analisis bivariat menggunakan dua jenis uji yaitu uji paired t dan uji t independen. Taraf signifikan (α = 0.05), pedoman dalam menerima hipotesis : jika data probabilitas (p) < 0.05 maka H0 ditolak dan apabila nilai (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading

Tabel 1. Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading

Intensitas Nyeri                              n               M ± SD               Min – Maks
Sebelum dilakukan kneading          30             6,63 ± 1,608        4 – 10
Sesudah dilakukan kneading          30             4,63 ± 1,576         3 – 8

Tabel 1 memperlihatkan hasil penelitian pada kelompok kneading diperoleh intensitas nyeri sebelum dilakukan masase M ± SD = 6,63±1,608 dan min-maks 4-10. Sesudah dilakukan masase diperoleh M ± SD = 4,63±1,576 dan min-maks 3-8.

B. Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Counterpressure

Tabel 2. Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Counterpressure.

Intensitas Nyeri                                       n            M ± SD              Min – Maks
Sebelum dilakukan counterpressure         30          6,47 ± 1,432       4 – 9
Sesudah dilakukan counterpressure         30          4,33 ± 1,155        2 – 7

Tabel 2 memperlihatkan hasil penelitian pada kelompok counterpressure diperoleh intensitas nyeri sebelum dilakukan masase M ± SD = 6,47±1,432 dan min-maks 4-9. Sesudah dilakukan masase diperoleh M ± SD = 4,33±1,155 dan min-maks 2-7.

C. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading

Tabel 3. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading.

Intensitas Nyeri                          Perbedaan                 t(df)              p
                                               M                    SD
Sebelum dan sesudah
dilakukan teknik kneading      2,00                0,983          11,148(29)     0,000

Hasil analisis dengan uji paired t test menunjukkan t(df) = 11,148(29), perbedaan M = 2,00 dan perbedaan SD = 0,983 (p=0,000). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan masase dengan menggunakan teknik kneading.
Untuk mengetahui efek atau dampak teknik kneading terhadap penurunan intensitas nyeri maka perlu diketahui effect size menggunakan rumus berikut √ (Cohen 1988 dalam Santoso, 2010). Hasil perhitungan menunjukkan r = 0,90 (efek besar).

Teknik kneading memberikan pengaruh mengurangi ketegangan otot dan stres tubuh secara keseluruhan, dengan tujuan utama adalah agar tubuh dan pikran menjadi rileks (Peters & Cormier, 2002). Hal ini disebabkan karena pijatan merangsang tubuh untuk melepaskan senyawa endorphin yang merupakan pereda rasa sakit. Endorphin juga dapat menciptakan perasaan nyaman. Pijat secara lembut membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan nyaman dalam persalinan (Danuatmaja & Meiliasari, 2004).

Teknik kneading ini menggunakan tekanan sedang dengan sapuan yang panjang, meremas, dan meluncur di atas lapisan superficial dari jaringan otot. Penetrasi lebih dalam dengan teknik closed-hand kneading membantu mengontrol rasa sakit lokal, meningkatkan sirkulasi arteri, sangat efektif pada bagian tebal otot-otot punggung dan paha (Inkeles, 2007). Menurut Kusyati (2006) dengan sistem sirkulasi yang baik penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang tidak terpakai akan diperbaiki. Jadi akan timbul proses pertukaran yang lebih baik, aktifitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit lokal.

D. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Counterpressure

Tabel 4. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Counterpressure.

Intensitas Nyeri                                  Perbedaan                   t(df)                 p
                                                        M                 SD
Sebelum dan sesudah
dilakukan teknik counterpressure    2,14             1,383          8,449(29)        0,000

Hasil analisis dengan uji paired t test menunjukkan t(df) = 8,449(29), perbedaan M = 2,14 dan perbedaan SD = 1,383 (p=0,000). Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan masase dengan menggunakan teknik counterpressure.

Untuk mengetahui efek atau dampak teknik kneading terhadap penurunan intensitas nyeri maka perlu diketahui effect size. Hasil perhitungan menunjukkan r = 0,84 (efek besar). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknik counterpressure benar-benar dapat menurunkan rasa nyeri pada kala I fase aktif persalinan normal. Keberhasilan ini membuktikan bahwa dengan tekanan (counterpressure) dapat mencegah atau menghambat impuls nyeri yang berasal dari serviks dan korpus uteri dengan memakai landasan teori gate control. Dengan menggunakan penekanan maka nyeri yang menjalar dari serabut aferen untuk sampai ke thalamus menjadi terblokir, hal ini bisa terjadi karena sel aferen nyeri delta A dan delta C yang datang dari reseptor seluruh tubuh ketika hantaran nyeri harus masuk ke medulla spinalis melalui akar belakang dan bersinap di gelatinosa lamina II dan lamina III terblokir dengan demikian sinaps tidak menyebar sampai ke thalamus sehingga kualitas dan intensitas nyeri menjadi berkurang.

E. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sebelum Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading dan Counterpressure.

Tabel 5. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sebelum Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading dan Counterpressure.

Intensitas Nyeri                                        Perbedaan              t(df)              p
                                                              M                  SD
Sebelum dilakukan
teknik kneading dan counterpressure    0,167             0,176        0.424(58)     0,673

Hasil uji statistik t independent intensitas nyeri pada kelompok kneading dan counterpressure sebelum dilakukan masase diperoleh perbedaan M = 0,167 dan perbedaan SD = 0,176. Dari tabel 7 berdasarkan derajat kebebasan 58 dengan tingkat signifikasi 0,05 didapatkan t hitung 0,424 (p = 0,673). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata intensitas nyeri pada kelompok kneading dan counterpressure sebelum dilakukan masase.

Dengan hasil tersebut menunjukkan bahwa pada saat sebelum dilakukan masase kedua kelompok berada pada kondisi setara yaitu persebaran intensitas nyeri kedua kelompok tidak berbeda jauh, sehingga intensitas nyeri setelah dilakukan masase dapat mencerminkan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing teknik. Pernyataan tersebut didukung pula oleh hasil analisis bahwa rata-rata tingkat nyeri pada kedua kelompok homogen, hal tersebut nantinya dapat membuktikan bahwa penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif benar-benar akibat dari terapi masase yang diberikan.

F. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Setelah Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading dan Counterpressure.

Tabel 6. Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Sesudah Dilakukan Masase pada Kelompok Kneading dan Counterpressure.

Intensitas Nyeri                                           Perbedaan                     t(df)                  p
                                                                M                     SD
Sesudah dilakukan
teknik kneading dan counterpressure    0,300                0,295          0,886(58)         0,379

Hasil uji statistik t independent intensitas nyeri pada kelompok kneading dan counterpressure sebelum dilakukan masase diperoleh perbedaan M = 0,300 dan perbedaan SD = 0,295. Dari tabel 6 berdasarkan derajat kebebasan 58 dengan tingkat signifikasi 0,05 didapatkan t hitung 0,886 (p = 0,379). Maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan hipotesis kerja (H1) ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata intensitas nyeri pada kelompok kneading dan counterpressure sesudah dilakukan masase.

Tidak adanya perbedaan rata-rata nyeri setelah dilakukan masase pada kelompok kneading dan kelompok counterpressure dapat dipengaruhi banyak faktor, seperti makna dan persepsi nyeri bagi responden. Seperti yang telah disebutkan oleh Corwin (2001 ) nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialami (Uliyah, 2006).

Masase merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan dalam usaha mengurangi nyeri selama proses persalinan. Setiap wanita memiliki respon yang berbeda pada jenis masase atau sentuhan yang dirasakan terbaik yang diberikan kepada mereka. Sebagian wanita menyukai sentuhan yang lembut, tapi sebagian lainnya lebih menyukai tekanan yang keras.

Teknik kneading yang menggunakan gerakan meremas-remas, merupakan jenis yang baik untuk merangsang otot yang lebih dalam. Gerakan meremas-remas otot ini melibatkan cubitan antara jari-jari dan melepaskan sebentar-sebentar yang dilakukan secara berurutan. Ketika jaringan otot menjadi rileks, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah dan getah bening, yang kemudian dapat menghilangkan asam laktat pada serat otot dan mengurangi kelelahan serta stress (White, 2006). Saat ibu rileks dan tidak stress ketegangan otot berkurang yang akan mengurangi rasa cemas pada ibu bersalin dan selanjutnya nyeri yang dirasakan akan berkurang.

Sedangkan teknik counterpressure dilakukan di daerah lumbal di mana saraf sensorik rahim dan mulut rahim berjalan bersama saraf simpatis rahim memasuki sumsum tulang belakang melalui saraf torakal 10-11-12 sampai lumbal 1. Dengan begitu impuls rasa sakit ini dapat diblok yaitu dengan memberikan rangsangan pada saraf yang berdiameter besar yang menyebabkan gate control akan tertutup dan rangsangan sakit tidak dapat diteruskan ke korteks serebral (Mander, 2003).

Efek fisiologis yang ditimbulkan oleh masase sebenarnya tergantung dari cara melakukan tindakan ini karena tiap cara berhubungan dengan respon fisiologis tertentu, selain itu tentu saja harus diperhatikan adalah intensitas, kecepatan dan ritme. Sebagai contoh bahwa gerakan masase yang cepat, ringan dan superficial akan meningkatkan sistem sensoris sehingga menimbulkan kesegaran dan kewaspadaan, sedangkan gerakan masase yang lambat dan dalam akan menimbulkan relaksasi dan perasan mengantuk.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 60 ibu bersalin kala I fase aktif persalinan normal yang mendapatkan perlakuan masase dengan teknik kneading dan counterpressure dapat diambil kesimpulan bahwa hasil uji statistik t independent sesudah dilakukan masase pada kelompok kneading dan counterpressure didapatkan p = 0,379, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara rerata intensitas nyeri pada kelompok kneading dan counterpressure.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, L. (2007). Teknik akupresur pada nyeri persalinan. Terdapat pada: http://www.blogger.com/profile/13484698624992568731. Diakses pada: 23 Desember 2010.

Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., & Jensen, M. D. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas (Cetakan I). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Brown, A. (2010). Swedish massage. Terdapat pada : http://spas.about.com/od/spaglossary/g/Swedish-Massage.htm. Diakses pada: 17 September 2011.

Brown, S. T., Douglas, C., & Flood, L. P. (2001). Women’s evaluation of intrapartum nonpharmacological pain relief methods used during labor. The journal of perinatal education, 10 (3), 1-8. doi: 10.1624105812401X88273.

Chang, M.-Y., Chen, C.-H., & Huang, K.-F. (2006). A comparison of massage effects on labor pain using the McGill pain questionnaire. Journal of nursing research, 14 (3), 190-196.

Chang, M.-Y., Wang, S.-Y., & Chen, C.-H. (2002). Effects of massage on pain and anxiety during labour: A randomized controlled trial in Taiwan. Journal of Advanced Nursing, 38 (1), 68-73.

Dahlan, M. S. (2009). Besar sampel: Cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.

Dahlan, M. S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan (Edisi 4). Jakarta: Salemba Medika.

Danuatmaja, B., & Meiliasari, M. (2008). Persalinan normal tanpa rasa sakit: Tidak harus sakit untuk menjadi seorang ibu (cetakan 4). Jakarta: Puspa Swara.

Farrer, H. (2001). Perawatan maternitas (Edisi 2). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hamilton, A. (2009). Pereda nyeri dan kenyamanan dalam persalinan. Dalam D. M. Fraser, & M. A. Cooper (Ed.), Myles: Buku ajar bidan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hutajulu, P. (2003). Pemberian valetamat bromida dibandingkan hyoscine n butil bromida untuk mengurangi nyeri persalinan. Terdapat pada: http://respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6482/1/obstetri-pinda.pdf. Diakses pada 12 Desember 2010.

Inkeles, G. (2007). Massage for a peaceful pregnancy: A daily book for new mothers: Archata Arts.

Kasdu, D. (2003). Operasi caesar: Masalah dan solusinya. Jakarta: Puspa Swara.

Kusyati, E. (2006). Keterampilan dan prosedur laboratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lane, B. (2009). Massage in childbirth: How touch can provide pain relief during labor. Terdapat pada: http://www.suite101.com/content/massage-in-childbirth-a164727. Diakses pada: 13 November 2010.

Li, L., Liu X., & Herr, K. (2007). Postoperative pain intensity assessment a comparison of four scales in Chinese adults. Retrieved March 3, 2011, from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17371409.

Mander, R. (2003). Nyeri persalinan (Terjemahan Bertha Sugiarto). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Masuroh, I., Hermayanti, Y., Haroen, H., & Maryati, I. (2009). Efektifitas Teknik Masase (Counterpressure) Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Fase Aktif Persalinan Normal Di Ruang Bersalin RSUD Majalengka Dan RSUD Cideres Tahun 2008-2009. Terdapat pada: http://blogs.unpad.ac.id/idamaryati/?p=45#more-45. Diakses pada: 6 Oktober 2010.

McCaffery, M., & Beebe, A. (1993). Pain: Clinical manual for nursing practice. Baltimore: C. V. Mosby Company

Peters, R., & Cormier, S. (2002). Therapies offered. Terdapat pada: http://www.bodywisdommassage.net/therapiesoffered.php. Diakses pada: 16 September 2011.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik (Terjemahan Renata Komalasari et al. Edisi 4). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ratih, R. H.(2010). Pengaruh metode massage terhadap rangsangan intensitas nyeri pada persalinan kala I fase aktif di klinik bersalin Fatimah Ali I Marindal Medan tahun 2010. Terdapat pada: http://library.usu.ac.id/ratih/??p=23#875445. Diakses pada: 10 Oktober 2010.

Santjaka, A. (2009). Biostatistik. Purwokerto: Global Internusa.

Santoso, A. (2010). Statistik untuk psikologi: Dari blog menjadi buku. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Simkin, P., & Ancheta, R. (2005). Buku saku persalinan (Terjemahan Chrisdiono M. Achadiat). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Simkin, P., Whalley, J., & Keppler, A. (2008). Kehamilan, melahirkan & bayi: Panduan lengkap (Terjemahan Lilian Juwono). Jakarta: Arcan.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (Edisi 8 Vol. 1). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Stillerman, E. (2008). A midwife’s touch. Midwifery Today Issue 84.

Suliha, U., Herawani, Sumiati, & Resnayati, Y. (2002). Pendidikan kesehatan dalam keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Uliyah, M., & Hidayat, A.A.A. (2008). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan (Edisi 2). Jakarta : Salemba Medika.

White, L.B.R.(2006). Petrissage-kneading and friction massage techniques. Terdapat pada: http://cmgifts.wordpress.com/2006/12/26/petrissage-kneading-and-friction massage-techniques/. Diakses pada 17 September 2011.

Persalinan Normal Vs. Operasi Caesar


Operasi Caesar mungkin dulu dilakukan apabila bayi tidak memungkinkan untuk lahir secara normal. Tapi sekarang anggapan tersebut sepertinya berubah, banyak ibu yang mempertimbangkan untuk menjalani operasi Caesar dibanding persalinan normal. Ini bisa jadi dipengaruhi oleh pendapat ibu yang telah menjalani operasi Caesar.

Alasan-alasan yang muncul menurut Caesarean.org.uk antara lain:
• Caesar adalah proses yang cepat dan tanpa rasa sakit karena menggunakan bius. Ibu dapat tenang dan akan dibangunkan ketika prosedur telah selesai.
• Banyak ibu yang khawatir ketika bayi menjalani persalinan normal, bayi akan terluka karena dipaksa untuk keluar dari jalan yang cukup kecil.
• Caesar adalah prosedur yag bersih. Anda tidak akan melihat darah dan cairan apapun. Tidak ada keringat atau air mata. Dan tidak tekanan dan rasa sakit.
• Caesar dapat dijadwalkan, tidak ada kelahiran mendadak karena saat bayi dirasa sudah cukup besar, Caesar dapat dilakukan.

Tapi alasan di atas mungkin hanya kemudahan saat proses kelahiran. kita tidak bisa segera meninggalkan rumah sakit setelah Caesar. Berbeda dengan kelahiran normal yang lancar, kita bahkan dapat diperbolehkan mengendarai mobil setelah melahirkan. Bila tidak saat itu juga, bisa keesokan harinya.

Dengan persalinan normal, kita sudah bisa menggendong si buah hati setelahnya. Normalnya, meskipun belum sepenuhnya pulih, dalam beberapa hari kita sudah bisa beraktivitas seperti biasa. Sedangkan pada operasi Caesar, rasa sakit bekas pembedahan masih akan terasa sakit.

Meskipun dianggap mudah, operasi Caesar tidak akan bisa mengalahkan pengalaman saat berjuang untuk melahirkan bayi tercinta.

Sumber : Vemale.com

HIV Pada Bayi Sudah Bisa Diobati


Sebuah kabar menggembirakan datang dari Amerika Serikat. Para peneliti yang didanai National Institutes of Health and the American Foundation for AIDS Research mengaku telah berhasil memberikan perawatan HIV pada bayi baru lahir hingga sembuh. tentunya kabar baik ini akan memberi harapan bagi bayi-bayi di seluruh dunia yang lahir dengan terinfeksi HIV dari orang tuanya.

Seperti dikabarkan news.discovery.com, para ilmuwan ini mengklaim bahwa perawatan yang dilakukan tidak benar-benar menyembuhkan HIV pada bayi tersebut, tapi hanya melemahkan virusnya hingga pada level dimana tubuh bayi tidak memerlukan lagi mekanisme standar pengobatan seperti biasanya.
Kunci kesuksesan perawatan si bayi beruntung ini rupanya ada pada waktu pemberian dan dosis obat antiviralnya. Ternyata, pengobatan bayi dalam penelitian ini dimulai jauh lebih awal dibanding pengobatan pada umumnya dengan dosis yang jauh lebih kecil. Menurut para peneliti, perawatan bayi telah dimulai 30 jam sejak ia dilahirkan.

bayi ini terjangkit virus HIV dari ibunya yang positif mengidap HIV. Selama perawatan, tes dilakukan untuk menguji virus dalam tubuh bayi. Tes ini menunjukkan bahwa jumlah virus HIV terus turun, dan pada hari ke-29, jumlahnya sangat kecil hingga nyaris tidak dapat terdeteksi.

Si kecil terus diberi perawatan hingga 18 bulan kemudian. 10 bulan selanjutnya, si kecil sudah tidak mendapat obat antiretroviral lagi. Tetapi ketika diuji kembali, bayi beruntung ini sudah tidak positif HIV lagi.

Sumber : Vemale.com

Mengenal Manfaat Imunisasi Hepatitis A dan B


Sesuai dengan namanya, imunisasi hepatitis A dan B bertujuan untuk sistem imun bayi kebal terhadap serangan penyakit hepatitis A dan B. Sebelum melihat lebih jauh bagaimana vaksin tersebut bekerja untuk menghalau hepatitis A dan B, simaklah beberapa fakta tentang kedua penyakit tersebut.

Apa yang membuat hepatitis A berbeda dengan hepatitis B?

Hepatitis A menyebar melalui makanan, air, dan udara sehingga orang-orang yang positif terkena virus hepatitis A tidak bisa saling bergantian peralatan makan dengan orang lain. Sebaliknya, hepatitis B tidak menyebar dengan cara-cara seperti itu.

Hepatitis B lebih sukar dikenali karena penyakit tersebut pada umumnya tidak memperlihatkan gejala-gejala yang jelas sampai anak berusia 6 tahun. Pada anak-anak yang berusia 6 tahun ke atas, gejala penyakit hepatitis B antara lain:
1. demam
2. kelelahan
3. kehilangan nafsu makan
4. mual
5. muntah
6. nyeri perut
7. urin berwarna gelap
8. nyeri sendi
9. mata menguning dan kulit memucat

Untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A dan B, buah hati Ladies perlu mendapatkan imunisasi hepatitis. Seperti dikutip dari laman webmd.com, imunisasi ini terbukti efektif untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis pada anak. Tingkat keefektifannya mencapai hampir 100 persen. Imunisasi hepatitis dapat memberikan kekebalan tubuh hingga selama 20 hingga 30 tahun.

Sumber : Vemale.com

Sabtu, 28 September 2013

EFEKTIFITAS METODE KOLOSTRUM DAN METODE KASA KERING TERHADAP WAKTU PELEPASAN TALI PUSAT DI BPS NY. ENDANG PURWANINGSIH DAN BPS NY. ISTIQOMAH KECAMATAN RAKIT KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011


Oleh :
Ika Sofiana dan Ely Eko Agustina
Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto
Telp 085647929125, email : sofianaika@ymail.com

ABSTRACT

Infections in neonates in Indonesia was still high. One type of infection that often occurs in neonates are Tetanus Neonatorum. These infections can occur because the umbilical cord care is not clean. Many studies have shown that the use of colostrum can accelerate umbilical cord separation time, but colostrum is still rarely used to treat the umbilical cord. The method most commonly used is dry gauze. Therefore, researcher wanted to compare the effectiveness of both methods. This study aims to prove the difference in long separation umbilical cord using the method of colostrum compared with dry gauze method. This type of research is a true experiment with the technique of sampling is simple random sampling. Approach time prospectively. The data collection by conducting observations of the newborn. The analysis used is test "t" 2n independent. The study was conducted on 40 infants born with gestational age between 38-42 weeks and birth weight between 2500-4000 g without congenital defects. 20 infants were treated with the method of colostrum and 20 infants treated with dry gauze method. The umbilical cord separation time in infants who were treated using colostrum (94.23 hours)was faster than those treated with dry gauze (128.94 hours). The differences mean of umbilical cord separation time between the two methods was 34.71 hours. Fastest time of the umbilical cord separation time in the colostrum group was 54.83 hours and late time is 170.50 hours, whereas the fastest time of the umbilical cord separation on dry gauze group was 77.00 hours and late time was 231.67 hours. There was a significantly difference of the umbilical cord detachemant time between the treatment groups (p = 0.006). Colostrum can be used effectively and safely to treat the umbilical cord.

Key words : umbilical cord separation time, colostrum, dry gauze.

PENDAHULUAN

Infeksi pada neonatus di Indonesia masih tinggi. Di Jawa Tengah penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, infeksi tali pusat, pneumonia dan diare), kemudian sisanya merupakan feeding problem. Berdasarkan data dari dinas kesehatan Provinsi Jawa Tengah, jumlah kasus tetanus neonatorum Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 adalah 23 kasus, dengan jumlah kasus terbanyak di Kabupaten Banjarnegara yaitu 11 kasus (Dinkes Jateng, 2009).
Salah satu jenis infeksi yang sering terjadi pada neonatus dan menyebabkan mortalitas yang tinggi adalah Tetanus Neonatorum. Penyakit ini disebabkan oleh spora Clostridium tetani yang masuk melalui luka tali pusat. Hal ini dapat terjadi karena perawatan atau tindakan yang tidak memenuhi syarat kebersihan, misalnya pemotongan tali pusat dengan bumbu atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagainya (Hassan & Alatas, 2007).
Perawatan tali pusat yang baik merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya infeksi neonatal. Metode perawatan yang digunakan sangat bervariasi sebagai contoh perawatan secara modern menggunakan bahan antiseptik seperti alkohol 70%, povidon iodine (betadine) 10%, sedangkan perawatan secara tradisional menggunakan madu, minyak ghee (India), atau kolostrum. Penelitian Kurniawati (2006) di Indonesia membuktikan bahwa waktu pelepasan tali pusat menggunakan ASI adalah 127 jam (waktu tercepat 75 jam) dan waktu pelepasan menggunakan teknik kering terbuka rata-rata 192,3 jam (waktu tercepat 113 jam). Hasil penelitian Triasih, Widowati, Haksari dan Sarjono (n.d.) yang belum dipublikasikan, menemukan rata-rata waktu pelepasan tali pusat pada kelompok kolostrum lebih cepat dibandingkan dengan kelompok alkohol (133,5±38,0 jam dibanding 188,0±68,8 jam), perbedaan rata-rata 54,5 jam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kolostrum aman dan lebih efektif untuk perawatan tali pusat pada bayi sehat yang lahir cukup bulan (Solihin, 2007).

Farahani, Mohammadzadeh, Tafazzoli, Esmaeli, dan Ghazvini (2008) membuktikan bahwa jenis bakteri yang paling banyak ditemukan pada ujung tali pusat adalah S. Epidermidis, S. Aureus, E. Coli dan Klebsiela Pneumoniae. Koloni bakteri yang terdapat pada tali pusat yang dirawat dengan metode bersih kering rata-rata lebih banyak daripada tali pusat yang dirawat dengan kolostrum.

Banyak penelitian sudah dilakukan yang menunjukkan bahwa penggunaan kolostrum dapat mempercepet proses pelepasan talipusat dan memperkecil resiko infeksi. Fakta menujukkan bahwa di lahan penggunaan kolostrum sebagai bahan untuk perawatan tali pusat sampai saat ini masih jarang digunakan.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah membuktikan perbedaan lama pelepasan tali pusat menggunakan metode kolostrum dibandingkan dengan metode kasa kering. Sedangkan tujuan khususnya yaitu mengetahui waktu pelepasan tali pusat dengan menggunakan metode kolostrum dan metode kasa kering.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tali Pusat

Tali pusat adalah saluran vaskular yang menghubungkan embrio atau fetus dengan plasenta. Insersi tali pusat pada plasenta biasanya terjadi dibagian tengah, sedikit kebagian samping, tepi plasenta atau pada selaput janin (Eastman & Hellman, 2006).

B. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan viscous kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur. Cairan yang volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam ini merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium (Soetjiningsih, 1997).

Kolostrum memiliki banyak manfaat, yaitu manfaat dalam pemenuhan gizi bayi, berperan sebagai zat kekebalan tubuh, antiinflamasi, antibakterial, antiviral, antiparasit dan anti alergi.

C. Metode Kolostrum

Perawatan tali pusat dengan metode kolostrum adalah perawatan tali pusat yang dibersihkan dan dirawat dengan cara mengoleskan kolostrum pada luka dan sekitar luka tali pusat. Tali pusat dijaga agar tetap bersih dan kering tidak terjadi infeksi sampai tali pusat lepas (Laksawati, 2009)

D. Metode Kasa Kering

Perawatan tali pusat dengan menggunakan kasa kering adalah tali pusat dibersihkan dan dirawat serta dibalut kasa kering, tali pusat dijaga agar bersih dan kering tidak terjadi infeksi sampai tali pusat kering dan lepas (Depkes RI, 2005).

METODE

Penelitian ini menggunakan metode true experiment, dengan pendekatan cross sectional (Sugiyono, 2009).
Penelitian ini membandingkan antara waktu pelepasan tali pusat menggunakan metode kolostrum dengan kasa kering. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh seluruh bayi baru lahir di BPS Ny. Endang Purwaningsih dan BPS Ny. Istiqomah Kecamatan Kecepit Kabupaten Banjarnegara sejumlah 93 orang sedangkan jumlah sampel sebanyak 40 bayi, 20 bayi dirawat dengan metode kolostrum dan 20 bayi dirawat dengan metode kasa kering. Prosedur pemilihan sampel penelitian ini menggunakan simple random sampling dengan cara lotery technique (Notoatmojo, 2002).

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu berupa timbangan, meteran, jam dan lembar observasi. Lembar observasi ini berisi nomor responden, jenis perawatan tali pusat, tanggal/jam lahir bayi, tanggal/jam tali pusat lepas dan lama pelepasan tali pusat dalam satuan jam. Teknik pengolahan data dengan 4 cara yaitu editing, coding, rekapitulasi, prosesing dan output (Santjaka, 2008).Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yaitu bersifat komparatif untuk masing-masing variabel yang meliputi waktu pelepasan tali pusat dengan menggunakan metode kolostrum dan kasa kering mengoservasi sedangkan analisis bivariat dengan menggunakan uji t 2n independent dan analisis pada penelitian ini dikerjakan dengan menggunakan komputer dengan menggunakan program SPSS (Statistical Pasckage for Spesial Science). 

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat dengan Menggunakan Metode Kolostrum

Hasil penelitian perawatan tali pusat dengan menggunakan metode kolostrum disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : 

Tabel 7. Distribusi Efektivitas Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat dengan Menggunakan Metode Kolostrum di BPS Endang Purwaningsih dan BPS Istiqomah, Kecamatan Kecepit, Kabupaten Banjarnegara, 2011

Jenis Perawatan         Rata-Rata           Median         Waktu Tercepat        Waktu Terlambat
Metode Kolostrum       94,23 Jam          82 Jam          54,83 Jam                170,50 Jam

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 7 di atas menunjukan bahwa rerata pelepasan tali pusat dengan menggunakan metode kolostrum adalah 94,23 jam, waktu tercepat yaitu 54,83 jam dan waktu terlambat yaitu 170,50 jam.

Kolostrum mengandung protein yang sangat tinggi, protein berfungsi sebagi pembentuk ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan cairan tubuh, memelihara netralisasi tubuh dengan bereaksi terhadap asam basa agar PH tubuh seimbang, membentuk antibodi serta memegang peranan penting dalam mengangkut zat gizi kedalam jaringan.Protein yang berada dalam kolostrum dan ASI akan berikatan dengan protein dalam tali pusat sehingga membentuk reaksi imun dan terjadi proses apoptusis. Pembelahan dan pertumbuhan sel dibawah pengendalian genetik sel juga dapat mengalami kematian sel secara terprogram. Gen dalam sel tersebut memainkan peranan aktif pada kehancuran sel (Laksawati, 2009).

B. Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat dengan Menggunakan Metode Kolostrum

Hasil penelitian perawatan tali pusat dengan menggunakan metode kasa kering disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 8. Distribusi Efektivitas Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat dengan Menggunakan Metode Kasa Kering di BPS Endang Purwaningsih dan BPS Istiqomah Kecamatan Kecepit, Kabupaten Banjarnegara, 2011

Jenis Perawatan            Rata-Rata         Median            Waktu Tercepat          Waktu Terlambat
Metode Kasa Kering       128,94 Jam        127,62 Jam      77,00 Jam                  231,67 Jam

Sumber : Data Primer, 2011

Tabel 8 diatas menunjukan bahwa rerata pelepasan tali pusat dengan menggunakan metode kasa kering adalah 128,94 jam, waktu tercepat yaitu 77,00 jam dan waktu terlambat yaitu 231,67 jam.

Salah satu upaya untuk menurunkan angka kematian bayi adalah dengan melakukan perawatan tali pusat dengan bersih dan benar supaya tali pusat cepat lepas dan terhindar dari infeksi. Sebagai upaya untuk meminimalkan berkembangnya infeksi tali pusat yaitu dengan menjaga tali pusat tetap bersih dan kering (Depkes RI, 2005).

C. Perbedaan Rerata Waktu Pelepasan Tali Pusat Menggunakan Metode Kolostrum dan Metode Kasa Kering

Perbedaan waktu pelepasan tali pusat antara perawatan menggunakan metode kolostrum dibandingkan metode kasa kering dapat dilihat dari tabel distribusi sebagai berikut :
Tabel 9. Distribusi Perbedaan Rata-rata Pelepasan Tali Pusat dengan Menggunakan Metode kolostrum dan Kasa Kering di BPS Endang Purwaningsih dan BPS Istiqomah Kecamatan Kecepit, Kabupaten Banjarnegara, 2011

Metode perawatan tali pusat        waktu pelepasan tali pusat     Mean Difference
Metode kolostrum                           94.2330                          
Metode kasa kering                        128.9415                                   34.7085             

Sumber : Data Primer, 2011

dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, artinya ada perbedaan waktu pelepasan tali pusat antara perawatan tali pusat dengan menggunakan metode kolostrum dibandingkan dengan menggunakan metode kasa kering, dimana perawatan menggunakan metode kolostrum lebih cepat 34,71 jam dibandingkan dengan menggunakan metode kasa kering.

SigA di dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat untuk melindungi tubuh bayi terhadap berbagai infeksi. Selain itu, SigA ini juga berfungsi untuk mencegah absorpsi protein-protein asing ketika SigA bayi belum terbentuk. SigA bayi berasal dari sel-sel plasma di dalam lamina propia dan kelenjar-kelenjar limfe dibawah mukosa saluran pencernaan dan belum berproduksi pada umur minggu-minggu pertama (Walker & Hong, 2009). Dengan berbagai macam komponen-komponen zat antiinfeksi di dalam kolostrum dan ASI, maka bayi akan terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan virus, bakteri, parasit dan antigen lainnya.

Asumsi peneliti, protein dalam kolostrum yang tinggi mencapai 4,1 gr% sangat berperan dalam perbaikan sel-sel yang rusak, mempercepat proses penyembuhan sehingga mampu mempercepat waktu pelepasan tali pusat. Dalam penelitian ini terbukti bahwa ada perbedaan waktu pelepasan tali pusat antara menggunakan metode kolostrum dibandingkan dengan metode kasa kering, dimana pada metode kolostrum lebih cepat 34,71 jam dibandingkan dengan menggunakan metode kasa kering.

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Rerata pelepasan tai pusat dengan menggunakan metode kolostrum adalah 94,23 jam
2. Rerata pelepasan tali pusat dengan menggunakan metode kasa kering 128,94 jam
3. Hasil uji statistik menunjukkaan bahwa nilai p= 0,006, mean = -34,70850.

Artinya ada perbedaan waktu pelepasan tali pusat antara perawatan dengan menggunakan metode kolostrum dibandingkan dengan metode kasa kering, dimana perawatan menggunakan metode kolostrum lebih cepat 34,71 jam dibandingkan dengan menggunakan metode kasa kering.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2005). Manajeman laktasi. Jakarta : Depkes RI.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2009). Profil kesehatan propinsi jawa tengah tahun 2009. Terdapat pada : http//www.dinkesjateng.com. Diakses pada : 4 Desember 2010.

Farahani,L. A., Mohammadzadeh,A., Tafazzoli,M., Esmaeli, H. & Ghazvini, K. (2008). Effect of topical application of breast milk and dry cord care on bacterial colonization and umbilical cord separation time in neonates. Chinese Clinical Medicine, 3(6), halaman 327-332.

Hassan, R. & Alatas A. (2007). Ilmu kesehatan anak (Jilid 1). Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Laksawati, N.K. (2009). Efektivitas pelepasan tali pusat dengan menggunakan perawatan ASI dan kasa steril di BPS ny. Evy arianti dan BPS ny. Wartuti di desa masaran kecamatan bawang kabupaten banjarnegara tahun 2009. Skipsi yang tidak dipublikasikan. Purwokerto : AKBID YLPP.

Notoatmojo, Soekidjo. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Santjaka, A. (2008). Biostatistik : Untuk praktisi bidang kesehatan dan mahasiswa ; kedokteran, kesehatan lingkungan, keperawatan, kebidanan, gizi, kesehatan masyarakat. Purwokerto: Global Internusa.

Solihin. (2007). Buku saku perawatan tali pusat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiyono. (2009). Metode penelitian administrasi. Bandung : Alfabeta.

Walker, W.A & Hong, R. (2009). Immunology of gastrointestinal tract. J. Pediatr, 2(83), halaman 517.

WHO. (2010). Care of the umbilical cord : A review of the evidence. Terdapat pada : www.who.int/csr/disease/swineflu/en/index.html. Diakses pada : 25 Januari 2011